Kehidupan
dunia ini tidak abadi. Tak lama ajal akan datang menjemput. Dunia hanyalah alam
tempat ujian dan kefanaan. Sudah sepatutnya bagi seorang muslim yang beriman
akan surga dan neraka, mempersiapkan bekal untuk memberatkan timbangan amal
kebajikannya. Demi meraih kebahagiaan hakiki dan abadi.
Sejak
jauh hari, Nabi kita shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan hal ini,
“Orang
yang pandai itu ialah, orang yang mampu mengevaluasi dirinya dan beramal
(mencurahkan semua potensi) untuk kepentingan setelah mati. Sedangkan orang
yang lemah ialah, orang yang mengikuti hawa nafsunya kemudian berangan-angan
kosong kepada Allah.” (HR.Tirmidzi)
Investasi Pahala
dengan Membangun Masjid
Diantara
sebaik-baik perbekalan tersebut adalah, dengan membangun masjid. Tempat
terpancar syiar Islam dan iman, kebersamaan kaum muslimin dalam sholat jama’ah,
tempat untuk mengagungkan nama Allah dalam sujud dan ruku’, madrasah bagi kaum
muslimin; dengan majlis-majlis ilmu di dalamnya.
Alangkah
besar pahala orang yang turut andil membangunnya. Ia menjadi sebab tercapainya
amalan-amalan agung. Amalannya dicatat sebagai sedekah jariyah, yang pahalanya
terus mengalir, meski ia sudah tinggal di alam kubur.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan sebuah kabar gembira,
“Jika
seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara
(yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh.”
(HR. Muslim no. 1631)
Dalam
hadis lain disinggung lebih spesifik lagi. Dimana Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengabarkan,
”Sesungguhnya
di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah
kematiannya adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang
ditinggalkannya, mush-haf Alquran yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya,
rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk
umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa
hidupnya, semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia.” (HR. Ibnu
Majah dan Baihaqi, dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani).
Dalam
fatwa Lajnah Daimah (6/237) dijelaskan, “Mendermakan harta untuk pembangunan
masjid atau patungan dalam membagun masjid, termasuk sedekah jariyah. Bagi
mereka yang mendermakan dan meniatkan untuk tujuan bangun masjid. Bila tulus
ikhlas niat anda, maka ini termasuk perbuatan yang mulia.” (Fatwa Lajnah Daimah
(6/237), dikutip dari Islamqa.com).
Termasuk Amalan yang
Paling Dicintai Allah
Masjid
adalah tempat yang paling Allah senangi di muka bumi ini. Maka sebagaimana
Allah amat mencintai masjid, maka sudah barang tentu Allah amat ridho dengan
hambaNya yang bermurah hati menyisihkan harta atau jerih payahnya, untuk
membangun tempat yang paling disenangi oleh Rabbul’aalamin tersebut. Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Tempat
yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci
Allah adalah pasar.” (HR. Muslim. Dari Abu Hurairah).
Tanda Iman dan
Khosyah
Bahkan
Allah menjadikan perbuatan membangun masjid, sebagai tanda keimanan. Allah
berfirman,
“Hanya
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang
yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. At
Taubah : 18).
Termasuk
dalam memakmurkan rumah Allah, adalah dengan membangunnya. Ada dua macam
memakmurkan masjid; konkrit dan abstrak. Konkritnya adalah dengan membangun
masjid atau merawatnya setelah selesai
pembangunan (berkaitan dengan fisik). Kemudian abstraknya adalah, memakmurkan
masjid dengan amalan-amalan sholih, seperti sholat berjamaah, i’tikaf,
menggunakan masjid untuk majlis-majlis ilmu, menbaca Al Wuran dst.
Dibangunkan Untuknya
Rumah di Surga
Siapa
yang tidak tergiur dengan rumah di surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan,
“Barangsiapa
yang membangun masjid (karena mengharap wajah Allah), Allah akan membangunkan
bangunan yang semisalnya di surga.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ‘Utsman bin
‘Affan).
Bila
membangun rumah di dunia, butuh dana ratusan bahkan milyaran juta. Memakan
waktu berbulan-bulan. Hanya untuk membangun rumah sementara, yang tak lama akan
ditinggalkan. Anda juga harus menyediakan material yang berat dan mengupah
tukang. Maka untuk mendapatkan rumah di surga, yang tak terbayang nikmat dan
mewahnya, anda hanya cukup dengan ikut andil dalam membagun masjid di dunia.
Bagaimana bentuk
andil dalam membangun masjid?
Syaikh
Abdulmuhsin Al ‘ abbad hafizhahullah, saat mengajar pelajaran Sunan An Nasai
menjelaskan, bahwa membangun masjid ada dua macam cara:
Pertama: Membangun
langsung dengan tangannya sendiri / tenaganya.
Kedua:
Membangun dengan hartanya, yakni dengan
mendermakan hartanya untuk membangun masjid.
Orang
yang menempuh dua cara ini, masuk dalam keutamaan yang disebut dalam hadits di
atas.
Dalam
riwayat lain disebutkan,
“Barangsiapa
membangun masjid karena Allah walaupun hanya seukuran tempat burung bertelur,
maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di surga…” (HR. An Nasai).
Ada
dua makna maf-hasil quthoh (arti: tempat burung bertelur) dalam hadis ini
adalah :
Pertama:
Ungkapan ini untuk shighoh mubaalaghoh (hiperbola). Seperti dalam firman Allah
ta’ala,
Sesungguhnya
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya,
sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak
(pula) mereka masuk surga, sampai unta masuk ke lubang jarum” (QS. Al A’raf:
40).
Artinya
sekecil apapun andil anda; yakni berupa harta maupun tenaga (suka rela) dalam
membangun masjid, anda akan mendapatkan ganjaran ini.
Kedua:
Makna lainnya adalah, untuk menerangkan tentang orang-orang yang patungan dalam
pembangunan masjid. Sekalipun orang itu patungan, dan yang ia mampu hanya tak
seberapa, maka ia tetap mendapatkan ganjaran yang disebutkan dalam hadis.
Lihatlah
betapa maha pemurahnya Allah, kepada hambaNya yang beramal sholih. Meski tak
seberapa andil nya dalam membangun masjid, namun Allah tidak menyiakannya. Yang
dilihat adalah tulus niatnya untuk berbuat baik, meski nominal uang yang ia
mampu untuk didermakan tak seberapa.
Syaikh
‘Ustaimin rahimahullah pernah ditanya tentang sekelompok orang yang patungan
untuk membangun masjid, apakah setiap dari mereka mendapatkan pahala membangun
masjid? Atau karena patungan pahalanya menjadi berkurang?
Lantas
beliau menjawab dengan balik bertanya, “Pernahkah anda membaca surat idza
zulzilah (Al Zalzalah)? Apa yang Allah firmankan dalam surat tersebut?”
Penanya
lantas membacakan ayat,
“Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya” (QS. Al Zalzalah : 7)
Syaikh
kemudian menerangkan, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya
pula (pent. Beliau membacakan ayat).
Setiap
orang yang ikut serta dalam patungan tersebut, mendapatkan pahala dari amalnya.
Dan setiap dari mereka mendapatkan pahala juga dari sisi lain. Yakni, pahala
saling tolong-menolong dalam kebaikan. Karena kalau tidak diadakan patungan,
dana yang terkumpul dari masing-masing mereka, tidak memadai untuk membangun
masjid. Maka kita katakan, baginya pahala amal (membangun masjid) dan pahala
tolong-menolong dalam kebaikan.” (Liqa’ al Bab al Maftuh: 21/230, dikutip dari
Islamqa.com).
Tukang Bangunan
Apakah Mendapat Keutamaan Ini?
Kemudian
ada pertanyaan: apakah para tukang yang diupah untuk pembangunan masjid juga
mendapatkan pahala ini?
Syaikh
Abdulmuhsin Al ‘ Abbad hafizhahullah menerangkan, bahwa para tukang yang diupah
untuk membangun masjid, tidak disebut sebagai orang yang membangun masjid yang
disinggung dalam hadits. Mereka tidak
mendapat keutamaan tersebut, karena yang diniatkan adalah upah. Sementara
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjelaskan bahwa amalan tergantung pada
niat. Dan seorang mendapatkan hasil sesuai dengan niatnya[1]. Kecuali bila ia berniat untuk
membantu secara suka rela, dengan berharap untuk mendapatkan pahala membangun masjid.
Maka insyaAllah dia mendapatkan ganjaran tersebut.
Allahua’lam
bis showab.
________
Catatan
kaki
[1]
Catatan kuliah dengan beliau, Selasa 21 Dzulhijah 1436, di Fakultas Syariah,
Universitas Islam Madinah.
***
Wihdah
8, Islamic University of Madinah, 26 Dzulhijah 1436.
Penulis
: Ahmad Anshori
Artikel
Muslim. Or.id
Post a Comment